SELAMAT DATANG DI RND MULTIMEDIA INFORMASI ( ALAMAT : Jl. Ringin Raya No 24 Gedogwetan Turen Malang Jawa Timur 65175)

Kamis, 08 November 2012

Pesan Terakhir Rasulullah SAW

===Pesan Terakhir Nabi Muhammad SAW: 9 ZULHIJJAH TAHUN 10 HIJRAH, DI LEMBAH URANAH, GUNUNG ARAFAH===

“Wahai manusia dengarlah baik-baik apa yang hendak ku katakan. Aku tidak mengetahui apakah aku dapat bertemu lagi dengan kamu semua selepas tahun ini. Oleh itu dengarlah dengan teliti kata-kataku ini dan sampaikanlah ia kepada orang-orang yang tidak dapat hadir di sini pada hari ini. Wahai manusia, kamu menganggap bulan ini dan kota ini sebagai suci maka anggaplah jiwa dan harta setiap orang Muslim sebagai amanah suci. Kembalikan harta yang diamanahkan kepada kamu kepada pemiliknya yang berhak.
Janganlah kamu sakiti siapapun agar orang lain tidak menyakiti kamu pula. Ingatlah bahwa sesungguhnya kamu akan menemui Tuhan kamu dan Dia pasti akan membuat perhitungan atas segala amalan kamu. Allah telah mengharamkan riba’, oleh itu segala urusan yang melibatkan riba’ hendaklah dibatalkan mulai sekarang.
Berwaspadalah terhadap syaitan demi keselamatan agama kamu. Dia telah berputus asa untuk menyesatkan kamu dalam perkara-perkara besar maka berjaga-jagalah supaya kamu tidak mengikutinya dalam perkara-perkara kecil. Wahai manusia, sebagaimana kamu mempunyai hak atas para isteri kamu, mereka juga mempunyai atas kamu. Sekiranya mereka menyempurnakan mereka ke atas kamu maka mereka juga berhak untuk diberi makan dan pakaian dalam suasana kasih sayang.
Layanilah wanita-wanita kamu dengan baik! dan berlemah lembutlah terhadap mereka kerana sesungguhnya mereka adalah teman dan pembantu kamu yang setia. Dan hak kamu ke atas mereka ialah mereka sama sekali tidak boleh memasukkan orang yang kamu tidak sukai ke dalam rumah kamu dan dilarang melakukan zina. Wahai manusia, dengarlah bersungguh-sungguh kata-kataku ini. Sembahlah Allah, dirikanlah solat lima kali sehari, berpuasalah di Bulan Ramadhan, tunaikanlah zakat dan harta kekayaan kamu dan kerjakanlah ibadah haji sekiranya mampu.
Ketahuilah bahawa setiap Muslim adalah saudara kepada Muslim yang lain. Kamu semua adalah sama; tidak ada seorangpun yang lebih mulia dari yang lainnya kecuali dalam taqwa dan amal soleh.
Ingatlah bahawa kamu akan mengadap Allah pada suatu hari untuk dipertanggungjawabkan atas segala apa yang telah kamu lakukan. Oleh itu, awasilah tindak-tanduk kamu agar jangan sekali-kali kamu terkeluar dari landasan kebenaran selepas ketiadaanku. Wahai manusia, tidak ada lagi Nabi atau Rasul yang akan datang selepasku dan tidak akan lahir agama baru. Oleh itu wahai manusia, nilailah dengan betul dan fahamilah kata-kataku yang telah disampaikan kepada kamu.
Sesungguhnya aku tinggalkan kepada kamu dua perkara yang sekiranya kamu berpegang teguh dan mengikuti kedua-duanya nescaya kamu tidak akan tersesat selama-lamanya. Itulah Al-Quran dan Sunnahku.
Hendaklah orang-orang yang mendengar ucapanku ini menyampaikannya pula kepada orang lain dan hendaklah orang yang lain itu menyampaikannya pula kepada orang lain dan begitu seterusnya. Semoga orang yang terakhir yang menerimanya lebih memahami kata-kataku ini dari mereka yang mendengar terus dariku. Saksikanlah Ya Allah, bahawasanya aku telah sampaikan risalah-Mu kepada hamba-hamba- Mu. “
==============@@@===============

Wujud Allah SWT menurut Para Wali

Makrifatullah sebagai pengenalan tertinggi kawulo/hamba pada gusti telah dialami oleh para wali penyebar agama Islam di Nusantara. Mereka adalah suri tauladan pencapaian pendakian spiritual bagi kita, pencari jalan Ilahi. Apa dan bagaimana makrifat dari para wali  dan bagaimana wujud Tuhan yang sebenarnya?
Makrifat adalah sebuah situasi mental dan kondisi kejiwaan yang  dialami oleh siapapun yang menginginkan adanya perjumpaan dengan Tuhan Semesta Alam. Salah satu momen makrifat yang paling fenomenal dalam sejarah para nabi adalah apa yang dialami Nabi Musa As saat ekstase/ fana/jatuh tersungkur di bukit Sinai saat “menatap” wajah-Nya setelah gunung yang ada di depannya hancur karena tidak sanggup ditempati pancaran cahaya-Nya.
Makrifat bisa diraih dengan perjuangan dan laku yang berat.Dalam khasanah tasawuf, kita akan diajari bagaimana laku yang berat tersebut harus dijalankan untuk menyingkirkan dan menerobos hijab menuju langit. Hijab adalah tirai selubung penutup batin kita sehingga kita tidak mampu menggapai wujud-Nya.
Hijab di dalam perbendaharaan kaum sufi bisa dikategorikan menjadi sepuluh besar. Hijab ini berasal dari empat unsur, yaitu unsur jiwa, dunia, hawa nafsu, dan setan:
Hijab ta’thil, yaitu meniadakan asma’ dan sifat Allah.
Hijab berupa kemusyrikan, yaitu manembah kepada selain Allah.
Hijab bid’ah qauliyah yang tidak ada pijakannya dalam agama).
Hijab bid’ah ‘amaliah atau perbuatan yang menyimpang dari kebenaran iman dan ikhsan
Hijab batiniyah: takabur, ujub, riya, hasad, bangga diri, sombong dan iri dengki dan lain-lain.
Hijab lahiriyah: Perbuatan Ibadah yang tidak diniatkan untuk berjumpa dengan-Nya.
Hijab dosa kecil. Melakukan perbuatan dosa-dosa kecil namun banyak.
Hijab mubah. Melakukan perbuatan mubah namun tidak dianggap sebagai sebuah dosa.
Hijab lalai dari misi penciptaan dan iradat Allah.
Hijab penempuh jalan spiritual yang bersusah-payah, tetapi namun tidak sampai tujuan.
“Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-bena tehijab dari (melihat) Rabb mereka. Kemudian, sesungguhnya mereka benar-benar masuk neraka”
(Al-Muthaffifin: 15-16)
Setelah semua hijab terbuka dan seseorang pejalan spiritual sudah sampai ke langit ketujuh di dalam diri sejatinya, maka seseorang akan kebingungan dan berada di alam “suwung”/ ora ono opo-opo. Semua pendamping kini telah meninggalkannya termasuk diri, malaikat dan para rasul. Dia kemudian dibimbing oleh Tuhan sendiri untuk berjumpa dengan  Dzat-Nya.
Apa yang terjadi sesudah kita bermakrifatullah? Tidak ada kata yang mampu menjelaskan situasi dan kondisi fana tersebut. Namun, kita bisa mendapatkan penjelasan dari para wali saat mengalami fana tersebut. Bagaimana wujud Allah SWT?
Sunan Kalijaga: “Allah itu adalah seumpama memainkan wayang.”
Syekh Majagung: “Allah itu bukan disana atau disitu, tetapi ini.”
Syekh Maghribi: “Allah itu meliputi segala sesuatu.”
Syekh Bentong: “Allah itu itu bukan disana sini, ya inilah.”
Sunan Bonang: , “Allah itu tidak berwarna, tidak berupa, tidak berarah, tidak bertempat, tidak berbahasa, tidak bersuara, wajib adanya, mustahil tidak adanya.”
Sunan Kudus: “Jangan suka terlanjur bahasa menurut pendapat hamba adapun Allah itu tidak bersekutu dengan sesama.”
Sunan Giri berpendapat, “Allah itu adalah jauhnya tanpa batas, dekatnya tanpa rabaan.”
Syekh Siti Jenar: “Allah itu adalah keadaanku. Sesungguhnya aku inilah haq Allah pun tiada wujud dua, nanti Allah sekarang Allah, tetap dzahir batin Allah”
Sunan Gunung Jati:  “Allah itu adalah yang berwujud haq”